MANAJEMEN
QOLBU
Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas
pada Mata Kuliah Ilmu Kalam
yang diampu oleh Drs. H. Masdi
pada Mata Kuliah Ilmu Kalam
yang diampu oleh Drs. H. Masdi
Disusun
oleh :
1.
Shofa Rizqy Martita (212180)
2.
Ummul Hasanah (212181)
3.
Ahmad Zaidun (212182)
Kelas
: D
Jurusan/Prodi
: Syari’ah/Ekonomi Islam
KEMENTRIAN
AGAMA
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sesungguhnya
hati yang keras merupakan masalah yang akan membawa akibat sangat berbahaya,
baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Sungguh, selama ini kita telah
meninggalkan jalan (manhaj) Allah SWT dalam hidup ini bahkan kita malah
mengikuti jalan setan, setan-setan itu kemudian menghiasi pandangan kita akan
keindahan dunia. Akibatnya, kita lalu melakukan beragam kemaksiatan tanpa
peduli, sehingga kehidupan kita menjadi seperti jahiliah atau hampir jahiliah.
Perbuatan
tersebut terjadi karena kegagalan dalam mengelola qolbu sebagai landasan dalam
kehidupan. Imam al ghazali pernah menyatakan bahwa hati (qolbu) itu seperti
cermin. Jika seseorang hatinya bersih atau sehat dari kemaksiatan maka hampir
bisa dipastikan bahwa perbuatannya yang muncul juga akan baik. Jadi, titik
sentral perbuatan manusia sesungguhnya terletak pada hati.
Di
dalam ungkapan tersebut terdapat nasehat yang dapat menjadi obat penawar bagi
yang sakit, menghapus dahaga, menghancurkan kepalsuan, menghilangkan syubhat,
menyelamatkan orang yang tenggelam, menyinari jalan, dan membuat hati menjadi
nyaman. Orang yang beruntung adalah yang mampu mengambil nasihat dari orang
lain, sedangkan orang yang celaka adalah yang dirinya menjadi nasihat bagi
orang lain.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian qolbu?
2. Bagaimana
kedudukan hati dalam Islam?
3. Apa
tanda-tanda penyakit hati?
4. Dapat
digolongkan menjadi berapa hati manusia?
5. Apa
saja macam-macam penyakit hati?
6. Bagaimana
cara manajemen terapi qalbu?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Qolbu
Perkataan
qalbu (qalb/hati) mempunyai dua macam makna. Makna yang pertama, yaitu sepotong
daging berbentuk buah sanaubar[1]
yang terletak di bagian kiri dada, di dalamnya terdapat rongga berisi darah
hitam dan di situ pula sumber atau pusat ruh.
Makna
yang kedua, hati (qalb, kalbu) adalah sebuah latifah (sesuatu yang amat halus
dan lembut, tidak kasat mata, tidak berupa dan tidak dapat diraba yang bersifat
robbani ruhani[2]. Latifah
tersebut sesungguhnya adalah jati diri manusia atau hakikatnya. Hati tersebut
adalah bagian atau komponen utama manusia yang berpotensi mencatat (memiliki
daya tanggap atau persepsi) yang dapat mengetahui dan mengenal yang ditujukan
kepadanya segala pembicaraan, penilaian, kecaman dan pertanggungjawaban[3]
B. Kedudukan
Hati dalam Islam
1. Allah
Subhanahu wa Ta'aala memandang kemuliaan seseorang dengan kebaikan hatinya.
Hal ini
sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam
haditsnya: "dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata; bersabda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
"Sesungguhnya
Allah Subhanahu wa Ta'aala tidak memandang kepada rupa kamu dan juga tidak
memandang kepada jasadmu, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'aala memandang
kepada hatimu dan amalmu" (HR. Muslim, 3/1986 no. 2564)
2. Hati
merupakan raja dalam kehidupan.
Hal ini
sebagaimana perkataan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
"Hati
merupakan raja dari anggota tubuh, sedangkan anggota-anggota tubuh sebagai bala
tentaranya, apabila raja itu baik maka bala tentara juga baik. jika raja itu
buruk perangainya, maka tentara juga demikian,
hal ini
sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Nu'man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu:
"Bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
"Ketahuilah,
sesungguhnya pada tubuh manusia itu terdapat segumpal daging, jika daging itu
baik, maka akan ikut menjadi baik jasadnya, dan jika daging itu rusak, maka
akan ikut menjadi rusak semua anggota tubuhnya, ketahuilah bahwa daging itu
adalah hati." (HR Bukhari, 1/167 no. 52 dan Muslim 3/1219, no. 1599)
Oleh karena
itu baik atau rusaknya hati, akan menyebabkan baik dan rusaknya anggota tubuh
semuanya, maka baiknya hati tersebut akan tampak dalam keta'atan seseorang
kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala, karena merupakan satu hal yang mustahil
ketika seseorang mengaku baik hatinya sedangkan dia tidak mau beramal dan
menta'ati perintah Allah ‘Azza wa Jalla.[4]
C. Tanda-Tanda
Penyakit Hati
Tentang
adanya penyakit pada jasmani atau fisik manusia tidaklah perlu dipersoalkan
atau diperdebatkan lagi. Tetapi yang masih sering dipersoalkan oleh manusia
adalah apakah ada penyakit hati itu? Maka untuk menentukan ada tidaknya
penyakit qalbu atau hati haruslah dicari keterangannya dalam kitab suci
Al-Qur’an sebagai pegangan hidup manusia. Sebab kalau menelusuri kehidupan,
yang akan kita lihat hanyalah tanda-tanda dan dampak kerusakan yang dibuatnya.
Hal ini diterangkan dalam QS Al-Baqarah : 10. Selain itu ada juga di QS
Al-Maidah : 52, Al-Anfal : 49, At-Taubah : 125, Al-Hajj : 53, An-Nur : 50,
Al-Ahzab : 12,32,60, Muhammad : 29, dan Al-Muddatsir : 31.[5]
D. Penggolongan
Hati Manusia
Ibnu
Mahalli Abdullah Umar mengklasifikasikan hati manusia menjadi tiga macam, yaitu
: qalbun maridhun (hati yang sakit), qalbun mayyitun (hati yang mati) dan
qalbun shahihun (hati yang sehat).[6]
1. Hati
yang sakit (Qolbun Maridh)
Hati yang
sakit adalah hati yang didalamnya terdapat kehidupan akan tetapi berpenyakit.
Didalamnya ada kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala, keimanan,
keikhlasan, dan tawakkal kepada-Nya, tetapi disamping itu ada kecintaan kepada
syahwat dan lebih mengutamakannya daripada yang lain. Didalamnya terdapat hasad
(iri dan dengki), ujub (kagum dengan dengan amalan diri sendiri), gila akan
kehormatan, cinta dunia dan berbuat kerusakan di muka bumi dengan kekuasaan
yang dimilikinya.
Berkata
Syaikhul Islam Ibnu taimiyah rahimahullah:
"Penyakit
hati merupakan salah satu hal yang akan menyebabkan kerusakan. Rusak dengannya
pemikiran seseorang dan iroodah/keinginannya. Pemikirannya dirusak oleh syubhat
yang dihadapkan kepadanya, sehingga ia melihat sesuatu yang haq (benar) adalah
bathil, dan kebathilan adalah kebenaran. Rusaknya iradah-nya, yaitu dengan
membeci kebenaran yang bermanfaat pada hakikatnya bermanfaat bagi dirinya dan
mencintai kebatilan pada dirinya yang sesungguhnya memudharatkannya. Oleh
karena itu, ditafsirkan kata-kata maroodhun dalam al-Quran dengan syak
(ragu-ragu), sebagaimana yang telah ditafsirkan oleh Mujahid".
Orang
yang menderita Qolbun Maridh akan sulit menilai secara jujur apa pun yang nampak
di depannya. Melihat orang yang sukses timbul iri dengki; mendapati kawan
memperoleh karunia rezeki, timbul resah dan benci. Bila sudah ditemukan, ia
akan merasa puas dan gembira. Ibarat menemukan barang berharga, ia kemudian
menyebarkan aib dan kekurangan itu kepada siapa saja. Ini semua dilakukan agar
kelebihan yang ia temukan pada orang tersebut akan tenggelam. Na’udzubillah.
Adapun
ciri lainnya dari hati yang sakit adalah cenderung menyukai makanan rohani yang
akan memberinya madharat. Sebaliknya, ia enggan mendengar dan menerima santapan
rohani yang bermanfaat. Walhasil, hati yang sakit adalah hati yang hidup namun
mengandung penyakit.[7]
2. Hati
yang mati (Qolbun Mayyit)
Hati yang
telah mati adalah hati yang tidak ada lagi kehidupan dengannya, ia tidak lagi
mengenal Robbnya, tidak beribadah kepada-Nya, tidak melaksanakan perintah-Nya,
dan tidak lagi mengindahkan larangan-Nya. Dialah hati yang berdiri tegak diatas
syahwatnya beserta kelezatannya. Walaupun perbuatan yang ia lakukan tersebut
dibenci dan dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta'aala, akan tetapi bagi hati
yang telah mati ini ia tidak mempedulikannya, kecintaannya diperuntukkan kepada
selain Allah Subhanahu wa Ta'aala, begitu juga dengan rasa takutnya. Kalau dia
mencintai sesuatu, maka cintanya didasari oleh hawa nafsu, kalau dia membenci
sesuatu, maka kebencian itu adalah berdasarkan ukuran hawa nafsunya, kalau ia
memberi, maka ia memberi karena hawa nafsunya, kalau ia melarang juga hanya
berdasarkan hawa nafsunya. Hawa nafsu adalah jadi Imam (pemimpin) dalam
hidupnya, sedangkan Syahwat adalah panglima.
Hati yang
telah mati ini tidak mempan dan tidak menerima nasehat, ia mengikuti setiap
langkah syaithan yang terkutuk, kebodohannya tidak membuatnya sadar sehingga ia
lalai darinya. Berkata salah seorang yang shaleh:
"alangkah
anehnya manusia, mereka menangisi terhadap orang yang mati jasadnya, dan tidak
menangisi terhadap orang yang mati hatinya, sedangkan hati yang mati lebih
dahsyat dibandingkan jasad yang mati. Hati yang mati ini banyak dimiliki oleh
orang-orang kafir, musyrikin dan orang-orang yang mujrimin (berdosa) yang
dirinya diliputi oleh dosa dan hawa nafsu".
Hati
yang mati tak ubahnya seperti jasad yang tidak bernyawa. Kendati dicubit,
dipukul bahkan diiris sekalipun, ia tidak akan merasakan apa apa. Bagi orang
yang hatinya sudah mati, saat melakukan perbuatan baik atau buruk, dirasakannya
sebagai hal yang biasa biasa saja; tidak memiliki nilai sama sekali, kalaupun
ia berbuat kebaikan sekecil apapun, itu hanya akan membangkitkan rasa bangga
diri, rindu pujian serta penuh ujub dan takabur.
Dengan
demikian, hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal Tuhannya. Hati yang
seperti ini menurut Dr. Ahmad Faridh dalam bukunya Tazkiyat an Nufus,
senantiasa berada dan berjalan bersama hawa nafsunya, walaupun itu dibenci dan
dimurkai Allah Azza wa Jalla.[8]
3. Hati
yang sehat (Qolbun Shahih)
Seseorang
yang memiliki hati yang sehat, tak ubahnya dengan memiliki tubuh yang sehat, ia
akan berfungsi optimal, ia akan mampu memilih dan memilah setiap rencana atas
suatu tindakan, sehingga setiap yang akan diperbuatnya benar benar sudah
melewati perhitungan yang jitu, berdasarka hati nurani yang bersih.
Diantara
ciri orang yang hatinya sehat adalah hidupnya diselimuti mahabbah (kecintaan)
dan tawakal kepada Allah. Tidak usah heran manakala mencintai sesuatu, maka
cintanya semata mata karena Allah, dengan begitu ia tidak akan berlebihan mencintai
makhluk.[9]
E. Macam-Macam
Penyakit Hati
Penyakit qalbu
(hati) merupakan sifat dan sikap buruk dalam hati manusia yang dapat
mengakibatkan terganggunya kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Agar
seseorang dapat memelihara kesucian hati dari penyakit-penyakit yang berbahaya,
terlebih dahulu harus mengetahui hal-hal apa saja yang termasuk penyakit hati.
Hal-hal yang termasuk penyakit hati menurut Awes Al-Qorni mengemukakan 60 jenis
penyakit hati antara lain : kufur kepada Allah, kebodohan, mencintai dunia dan
statusnya, takut mendapat celaan orang lain, mencintai pujian orang lain,
keyakinan bid’ah, mengikuti hawa nafsu, taqlid dalam ibadah, riya’ dalam
beramal, panjang angan-angan, tamak, takabbur, rendah diri, ujub, hasud,
dendam, bahagia atas penderitaan orang lain, memusuhi saudara, penakut, mudah
marah, membatalkan janji tanpa persetujuan, khianat, menyalahi janji, buruk
sangka, percaya takhayul, kikir, berlebihan, mencintai harta kekayaan, cinta
dunia, serakah, safih, pemalas, tergesa-gesa, menangguhkan amal kebaikan
(taswih), keluh kesah (al-jaza), kufur nikmat, tidak rela atas takdir Allah,
bergantung pada amal (ta’liq), mencintai orang fasik, membenci ulama’ dan orang
sholeh, merasa aman dari azab Allah, merasa sedih karena dunia, merasa khawatir
karena dunia, suka menipu, fitnah, membiarkan kemaksiatan, ketidakstabilan
mental (ath-thaisy), kepala batu (inad), tamarrud, membual (ashlaf), munafik,
jarbazah,berfikir sempit (baladah), makan berlebih dan syahwat, kurang
bergairah makan dan syahwat, terbiasa maksiat.[10]
F. Manajemen
Terapi Qalbu
Menurut
An-nawawi dalam kitab At- Tibyan, lima macam obat hati Abdullah Al-Anthakiy ra
di atas, dipetik dari sayyid Ibrahim Al-Khauwash. Dan berkaitan dengannya ada
segolongan ulama’ menambahnya menjadi lebih dari lima. Tapi pada dasarnya
semuanya telah masuk ke dalam lima macam tersebut.[11]
Berikut ini lima macam pengobat hati, antara lain :
1. Membaca
Al-Qur’an beserta maknanya
2. Bergaul
dengan orang sholeh
3. Sholat
malam
4. Puasa
5. Dzikir[12]
Secara rinci, hati dapat diobati dengan
beberapa terapi antara lain :[13]
1. Hendaklah
setiap diri membekali dirinya dengan ilmu, khususnya ilmu syar'i, kemudian
amalkan ilmu tersebut dengan penuh keikhlasan.
2. Jujur dalam
berbuat dan perbanyaklah dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala dan
ibadah-ibadah sunnah seperti bersedekah, berinfaq, puasa sunat, meringankan
beban orang lain.
3. Istiqamah
dalam melaksanakan syariat Allah Subhanahu wa Ta'aala, karena melalui hal ini
Allah Subhanahu wa Ta'aala akan berikan petunjuk kepada hamba-Nya.
4. Ingatlah
akan bahaya-bahaya yang disebabkan oleh penyakit hati tersebut.
5. Bacalah
sejarah dari akhlak para salafus sholeh, sehingga dengan demikian akan
mendorong seseorang untuk menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik dan
membersihkan dirinya dari dosa dan maksiyat.
6. Senantiasa
memuhasabah diri (mengevaluasi kesalahan) masing-masing kita dalam hidup ini.
7. Bersabarlah
menghadapi cobaan, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'aala bersama
orang-orang sabar, baik sabar dalam mentaati Allah Subhanahu wa Ta'aala, sabar
dalam menghadapi musibah, sabar dalam menghadapi apa yang Allah Subhanahu wa
Ta'aala haramkan. Karena tanpa kesabaran, akan banyak terlanggar
larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta'aala dan mengakibatkan kita mudah untuk
meninggalkan perintah Allah Subhanahu wa Ta'aala.
8. Perbanyaklah
membaca Sirah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bagaimana sikap
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghadapi dunia dan semua
permasalahan yang dihadapinya dalam dakwah.
9. Sadarilah
bahwa diri anda diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'aala untuk beribadah
kepada-Nya, bukan untuk bermain-main.
10. Bertemanlah
dan bersahabatlah dengan orang-orang yang akan mendatangkan kebaikan dan
petunjuk serta berakhlak mulia, hindari pergaulan-pergaulan yang akan merusak
akhlak anda.
BAB
III
PENUTUP
Demikianlah
makalah ini kami susun, mungkin masih banyak kekurangan di dalamnya, untuk itu
saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah
yang akan datang. Mohon maaf apabila ada kekurangan atau kesalahan kata, semoga
makalah ini menfa’at untuk kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Aba
Firdaus Al-Halwani, Sri Harini, S.Ag., M.Si., Manajemen Terapi Qalbu,
Yogyakarta: Media Insani, 2002.
Abdullah
Gymnastiar, Aku Bisa! MQ untuk Melejitkan Potensi, Bandung : MQS Publishing,
2004.
http://dareliman.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=127&Itemid=54
diakses tanggal 31 Mei 2013 pukul 08.11 WIB
[1] Kata “Sanaubar” dalam bahasa
Arab, berarti buah pohon cemara atau sejenis dengan itu mirip dengan bentuk
jantung manusia. Kata ini di Indonesia menjadi “sanubari” untuk menunjukkan
perasaan hati yang mendalam. Lihat Al-Ghazali, Keajaiban-Keajaiban Hati,
Penerjemah Muhammad Al-Baqir, (Bandung: Karisma,2000), hal. 26. Dikutip dari
Aba Firdaus Al-Halwani, Sri Harini, S.Ag., M.Si., Manajemen Terapi Qalbu,
Yogyakarta: Media Insani, 2002. Hal. 6
[2] Ibid.,
[3] Ibid.,
[5] Aba Firdaus Al-Halwani, Sri
Harini, S.Ag., M.Si., Manajemen Terapi Qalbu, Yogyakarta: Media Insani, 2002.
Hal. 7-8
[6] Aba Firdaus Al-Halwani, Sri
Harini, S.Ag., M.Si., Manajemen Terapi Qalbu, Yogyakarta: Media Insani, 2002.
Hal.8
[7] Abdullah Gymnastiar, Aku Bisa!
MQ untuk Melejitkan Potensi, Bandung : MQS Publishing, 2004. Hal.9
[8] Ibid. Hal. 10
[9] Ibid. Hal. 11
[10] Uwes Al Qorni, 60 Penyakit Hati,
(Bandung: Rosda Karya,2000) Hal. 1-240. Dikutip dari Aba Firdaus Al-Halwani,
Sri Harini, S.Ag., M.Si., Manajemen Terapi Qalbu, Yogyakarta: Media Insani,
2002. Hal.11-12
[11] Imam Ibnu Hajar, Op.Cit., hal.
132
[12]
Aba Firdaus Al-Halwani, Sri Harini, S.Ag., M.Si., Manajemen Terapi Qalbu,
Yogyakarta: Media Insani, 2002. Hal.74-140
Tidak ada komentar:
Posting Komentar