jam berapa yahhh? :O

Senin, 05 Mei 2014

Ilmu Kalam "Manajemen Qolbu"



MANAJEMEN QOLBU
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
pada Mata Kuliah Ilmu Kalam
yang diampu oleh Drs. H. Masdi




Disusun oleh :
1.    Shofa Rizqy Martita           (212180)
2.    Ummul Hasanah                  (212181)
3.    Ahmad Zaidun                    (212182)

Kelas : D
Jurusan/Prodi : Syari’ah/Ekonomi Islam


KEMENTRIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Sesungguhnya hati yang keras merupakan masalah yang akan membawa akibat sangat berbahaya, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Sungguh, selama ini kita telah meninggalkan jalan (manhaj) Allah SWT dalam hidup ini bahkan kita malah mengikuti jalan setan, setan-setan itu kemudian menghiasi pandangan kita akan keindahan dunia. Akibatnya, kita lalu melakukan beragam kemaksiatan tanpa peduli, sehingga kehidupan kita menjadi seperti jahiliah atau hampir jahiliah.
Perbuatan tersebut terjadi karena kegagalan dalam mengelola qolbu sebagai landasan dalam kehidupan. Imam al ghazali pernah menyatakan bahwa hati (qolbu) itu seperti cermin. Jika seseorang hatinya bersih atau sehat dari kemaksiatan maka hampir bisa dipastikan bahwa perbuatannya yang muncul juga akan baik. Jadi, titik sentral perbuatan manusia sesungguhnya terletak pada hati.
Di dalam ungkapan tersebut terdapat nasehat yang dapat menjadi obat penawar bagi yang sakit, menghapus dahaga, menghancurkan kepalsuan, menghilangkan syubhat, menyelamatkan orang yang tenggelam, menyinari jalan, dan membuat hati menjadi nyaman. Orang yang beruntung adalah yang mampu mengambil nasihat dari orang lain, sedangkan orang yang celaka adalah yang dirinya menjadi nasihat bagi orang lain.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian qolbu?
2.    Bagaimana kedudukan hati dalam Islam?
3.    Apa tanda-tanda penyakit hati?
4.    Dapat digolongkan menjadi berapa hati manusia?
5.    Apa saja macam-macam penyakit hati?
6.    Bagaimana cara manajemen terapi qalbu?
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Qolbu
Perkataan qalbu (qalb/hati) mempunyai dua macam makna. Makna yang pertama, yaitu sepotong daging berbentuk buah sanaubar[1] yang terletak di bagian kiri dada, di dalamnya terdapat rongga berisi darah hitam dan di situ pula sumber atau pusat ruh.
Makna yang kedua, hati (qalb, kalbu) adalah sebuah latifah (sesuatu yang amat halus dan lembut, tidak kasat mata, tidak berupa dan tidak dapat diraba yang bersifat robbani ruhani[2]. Latifah tersebut sesungguhnya adalah jati diri manusia atau hakikatnya. Hati tersebut adalah bagian atau komponen utama manusia yang berpotensi mencatat (memiliki daya tanggap atau persepsi) yang dapat mengetahui dan mengenal yang ditujukan kepadanya segala pembicaraan, penilaian, kecaman dan pertanggungjawaban[3]

B.  Kedudukan Hati dalam Islam
1.    Allah Subhanahu wa Ta'aala memandang kemuliaan seseorang dengan kebaikan hatinya.
Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam haditsnya: "dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata; bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:  
"Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'aala tidak memandang kepada rupa kamu dan juga tidak memandang kepada jasadmu, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'aala memandang kepada hatimu dan amalmu" (HR. Muslim, 3/1986 no. 2564)
2.    Hati merupakan raja dalam kehidupan.
Hal ini sebagaimana perkataan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:  
"Hati merupakan raja dari anggota tubuh, sedangkan anggota-anggota tubuh sebagai bala tentaranya, apabila raja itu baik maka bala tentara juga baik. jika raja itu buruk perangainya, maka tentara juga demikian,
hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Nu'man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu: "Bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
"Ketahuilah, sesungguhnya pada tubuh manusia itu terdapat segumpal daging, jika daging itu baik, maka akan ikut menjadi baik jasadnya, dan jika daging itu rusak, maka akan ikut menjadi rusak semua anggota tubuhnya, ketahuilah bahwa daging itu adalah hati." (HR Bukhari, 1/167 no. 52 dan Muslim 3/1219, no. 1599)
Oleh karena itu baik atau rusaknya hati, akan menyebabkan baik dan rusaknya anggota tubuh semuanya, maka baiknya hati tersebut akan tampak dalam keta'atan seseorang kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala, karena merupakan satu hal yang mustahil ketika seseorang mengaku baik hatinya sedangkan dia tidak mau beramal dan menta'ati perintah Allah ‘Azza wa Jalla.[4]







C.  Tanda-Tanda Penyakit Hati
Tentang adanya penyakit pada jasmani atau fisik manusia tidaklah perlu dipersoalkan atau diperdebatkan lagi. Tetapi yang masih sering dipersoalkan oleh manusia adalah apakah ada penyakit hati itu? Maka untuk menentukan ada tidaknya penyakit qalbu atau hati haruslah dicari keterangannya dalam kitab suci Al-Qur’an sebagai pegangan hidup manusia. Sebab kalau menelusuri kehidupan, yang akan kita lihat hanyalah tanda-tanda dan dampak kerusakan yang dibuatnya. Hal ini diterangkan dalam QS Al-Baqarah : 10. Selain itu ada juga di QS Al-Maidah : 52, Al-Anfal : 49, At-Taubah : 125, Al-Hajj : 53, An-Nur : 50, Al-Ahzab : 12,32,60, Muhammad : 29, dan Al-Muddatsir : 31.[5]

D.  Penggolongan Hati Manusia
Ibnu Mahalli Abdullah Umar mengklasifikasikan hati manusia menjadi tiga macam, yaitu : qalbun maridhun (hati yang sakit), qalbun mayyitun (hati yang mati) dan qalbun shahihun (hati yang sehat).[6]
1.    Hati yang sakit (Qolbun Maridh)
Hati yang sakit adalah hati yang didalamnya terdapat kehidupan akan tetapi berpenyakit. Didalamnya ada kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala, keimanan, keikhlasan, dan tawakkal kepada-Nya, tetapi disamping itu ada kecintaan kepada syahwat dan lebih mengutamakannya daripada yang lain. Didalamnya terdapat hasad (iri dan dengki), ujub (kagum dengan dengan amalan diri sendiri), gila akan kehormatan, cinta dunia dan berbuat kerusakan di muka bumi dengan kekuasaan yang dimilikinya.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu taimiyah rahimahullah:
"Penyakit hati merupakan salah satu hal yang akan menyebabkan kerusakan. Rusak dengannya pemikiran seseorang dan iroodah/keinginannya. Pemikirannya dirusak oleh syubhat yang dihadapkan kepadanya, sehingga ia melihat sesuatu yang haq (benar) adalah bathil, dan kebathilan adalah kebenaran. Rusaknya iradah-nya, yaitu dengan membeci kebenaran yang bermanfaat pada hakikatnya bermanfaat bagi dirinya dan mencintai kebatilan pada dirinya yang sesungguhnya memudharatkannya. Oleh karena itu, ditafsirkan kata-kata maroodhun dalam al-Quran dengan syak (ragu-ragu), sebagaimana yang telah ditafsirkan oleh Mujahid".
Orang yang menderita Qolbun Maridh akan sulit menilai secara jujur apa pun yang nampak di depannya. Melihat orang yang sukses timbul iri dengki; mendapati kawan memperoleh karunia rezeki, timbul resah dan benci. Bila sudah ditemukan, ia akan merasa puas dan gembira. Ibarat menemukan barang berharga, ia kemudian menyebarkan aib dan kekurangan itu kepada siapa saja. Ini semua dilakukan agar kelebihan yang ia temukan pada orang tersebut akan tenggelam. Na’udzubillah.
Adapun ciri lainnya dari hati yang sakit adalah cenderung menyukai makanan rohani yang akan memberinya madharat. Sebaliknya, ia enggan mendengar dan menerima santapan rohani yang bermanfaat. Walhasil, hati yang sakit adalah hati yang hidup namun mengandung penyakit.[7]
2.    Hati yang mati (Qolbun Mayyit)
Hati yang telah mati adalah hati yang tidak ada lagi kehidupan dengannya, ia tidak lagi mengenal Robbnya, tidak beribadah kepada-Nya, tidak melaksanakan perintah-Nya, dan tidak lagi mengindahkan larangan-Nya. Dialah hati yang berdiri tegak diatas syahwatnya beserta kelezatannya. Walaupun perbuatan yang ia lakukan tersebut dibenci dan dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta'aala, akan tetapi bagi hati yang telah mati ini ia tidak mempedulikannya, kecintaannya diperuntukkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'aala, begitu juga dengan rasa takutnya. Kalau dia mencintai sesuatu, maka cintanya didasari oleh hawa nafsu, kalau dia membenci sesuatu, maka kebencian itu adalah berdasarkan ukuran hawa nafsunya, kalau ia memberi, maka ia memberi karena hawa nafsunya, kalau ia melarang juga hanya berdasarkan hawa nafsunya. Hawa nafsu adalah jadi Imam (pemimpin) dalam hidupnya, sedangkan Syahwat adalah panglima.
Hati yang telah mati ini tidak mempan dan tidak menerima nasehat, ia mengikuti setiap langkah syaithan yang terkutuk, kebodohannya tidak membuatnya sadar sehingga ia lalai darinya. Berkata salah seorang yang shaleh:
"alangkah anehnya manusia, mereka menangisi terhadap orang yang mati jasadnya, dan tidak menangisi terhadap orang yang mati hatinya, sedangkan hati yang mati lebih dahsyat dibandingkan jasad yang mati. Hati yang mati ini banyak dimiliki oleh orang-orang kafir, musyrikin dan orang-orang yang mujrimin (berdosa) yang dirinya diliputi oleh dosa dan hawa nafsu".
Hati yang mati tak ubahnya seperti jasad yang tidak bernyawa. Kendati dicubit, dipukul bahkan diiris sekalipun, ia tidak akan merasakan apa apa. Bagi orang yang hatinya sudah mati, saat melakukan perbuatan baik atau buruk, dirasakannya sebagai hal yang biasa biasa saja; tidak memiliki nilai sama sekali, kalaupun ia berbuat kebaikan sekecil apapun, itu hanya akan membangkitkan rasa bangga diri, rindu pujian serta penuh ujub dan takabur.
Dengan demikian, hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal Tuhannya. Hati yang seperti ini menurut Dr. Ahmad Faridh dalam bukunya Tazkiyat an Nufus, senantiasa berada dan berjalan bersama hawa nafsunya, walaupun itu dibenci dan dimurkai Allah Azza wa Jalla.[8]
3.    Hati yang sehat (Qolbun Shahih)
Seseorang yang memiliki hati yang sehat, tak ubahnya dengan memiliki tubuh yang sehat, ia akan berfungsi optimal, ia akan mampu memilih dan memilah setiap rencana atas suatu tindakan, sehingga setiap yang akan diperbuatnya benar benar sudah melewati perhitungan yang jitu, berdasarka hati nurani yang bersih.
Diantara ciri orang yang hatinya sehat adalah hidupnya diselimuti mahabbah (kecintaan) dan tawakal kepada Allah. Tidak usah heran manakala mencintai sesuatu, maka cintanya semata mata karena Allah, dengan begitu ia tidak akan berlebihan mencintai makhluk.[9]

E.   Macam-Macam Penyakit Hati
Penyakit qalbu (hati) merupakan sifat dan sikap buruk dalam hati manusia yang dapat mengakibatkan terganggunya kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Agar seseorang dapat memelihara kesucian hati dari penyakit-penyakit yang berbahaya, terlebih dahulu harus mengetahui hal-hal apa saja yang termasuk penyakit hati. Hal-hal yang termasuk penyakit hati menurut Awes Al-Qorni mengemukakan 60 jenis penyakit hati antara lain : kufur kepada Allah, kebodohan, mencintai dunia dan statusnya, takut mendapat celaan orang lain, mencintai pujian orang lain, keyakinan bid’ah, mengikuti hawa nafsu, taqlid dalam ibadah, riya’ dalam beramal, panjang angan-angan, tamak, takabbur, rendah diri, ujub, hasud, dendam, bahagia atas penderitaan orang lain, memusuhi saudara, penakut, mudah marah, membatalkan janji tanpa persetujuan, khianat, menyalahi janji, buruk sangka, percaya takhayul, kikir, berlebihan, mencintai harta kekayaan, cinta dunia, serakah, safih, pemalas, tergesa-gesa, menangguhkan amal kebaikan (taswih), keluh kesah (al-jaza), kufur nikmat, tidak rela atas takdir Allah, bergantung pada amal (ta’liq), mencintai orang fasik, membenci ulama’ dan orang sholeh, merasa aman dari azab Allah, merasa sedih karena dunia, merasa khawatir karena dunia, suka menipu, fitnah, membiarkan kemaksiatan, ketidakstabilan mental (ath-thaisy), kepala batu (inad), tamarrud, membual (ashlaf), munafik, jarbazah,berfikir sempit (baladah), makan berlebih dan syahwat, kurang bergairah makan dan syahwat, terbiasa maksiat.[10]

F.   Manajemen Terapi Qalbu
Menurut An-nawawi dalam kitab At- Tibyan, lima macam obat hati Abdullah Al-Anthakiy ra di atas, dipetik dari sayyid Ibrahim Al-Khauwash. Dan berkaitan dengannya ada segolongan ulama’ menambahnya menjadi lebih dari lima. Tapi pada dasarnya semuanya telah masuk ke dalam lima macam tersebut.[11] Berikut ini lima macam pengobat hati, antara lain :
1.      Membaca Al-Qur’an beserta maknanya
2.      Bergaul dengan orang sholeh
3.      Sholat malam
4.      Puasa
5.      Dzikir[12]
Secara rinci, hati dapat diobati dengan beberapa terapi antara lain :[13]
1.    Hendaklah setiap diri membekali dirinya dengan ilmu, khususnya ilmu syar'i, kemudian amalkan ilmu tersebut dengan penuh keikhlasan.
2.    Jujur dalam berbuat dan perbanyaklah dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala dan ibadah-ibadah sunnah seperti bersedekah, berinfaq, puasa sunat, meringankan beban orang lain.
3.    Istiqamah dalam melaksanakan syariat Allah Subhanahu wa Ta'aala, karena melalui hal ini Allah Subhanahu wa Ta'aala akan berikan petunjuk kepada hamba-Nya.
4.    Ingatlah akan bahaya-bahaya yang disebabkan oleh penyakit hati tersebut.
5.    Bacalah sejarah dari akhlak para salafus sholeh, sehingga dengan demikian akan mendorong seseorang untuk menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik dan membersihkan dirinya dari dosa dan maksiyat.
6.    Senantiasa memuhasabah diri (mengevaluasi kesalahan) masing-masing kita dalam hidup ini.
7.    Bersabarlah menghadapi cobaan, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'aala bersama orang-orang sabar, baik sabar dalam mentaati Allah Subhanahu wa Ta'aala, sabar dalam menghadapi musibah, sabar dalam menghadapi apa yang Allah Subhanahu wa Ta'aala haramkan. Karena tanpa kesabaran, akan banyak terlanggar larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta'aala dan mengakibatkan kita mudah untuk meninggalkan perintah Allah Subhanahu wa Ta'aala.
8.    Perbanyaklah membaca Sirah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bagaimana sikap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghadapi dunia dan semua permasalahan yang dihadapinya dalam dakwah.
9.    Sadarilah bahwa diri anda diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'aala untuk beribadah kepada-Nya, bukan untuk bermain-main.
10.     Bertemanlah dan bersahabatlah dengan orang-orang yang akan mendatangkan kebaikan dan petunjuk serta berakhlak mulia, hindari pergaulan-pergaulan yang akan merusak akhlak anda.











BAB III
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami susun, mungkin masih banyak kekurangan di dalamnya, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah yang akan datang. Mohon maaf apabila ada kekurangan atau kesalahan kata, semoga makalah ini menfa’at untuk kita semua.

DAFTAR PUSTAKA
Aba Firdaus Al-Halwani, Sri Harini, S.Ag., M.Si., Manajemen Terapi Qalbu, Yogyakarta: Media Insani, 2002.
Abdullah Gymnastiar, Aku Bisa! MQ untuk Melejitkan Potensi, Bandung : MQS Publishing, 2004.



[1] Kata “Sanaubar” dalam bahasa Arab, berarti buah pohon cemara atau sejenis dengan itu mirip dengan bentuk jantung manusia. Kata ini di Indonesia menjadi “sanubari” untuk menunjukkan perasaan hati yang mendalam. Lihat Al-Ghazali, Keajaiban-Keajaiban Hati, Penerjemah Muhammad Al-Baqir, (Bandung: Karisma,2000), hal. 26. Dikutip dari Aba Firdaus Al-Halwani, Sri Harini, S.Ag., M.Si., Manajemen Terapi Qalbu, Yogyakarta: Media Insani, 2002. Hal. 6
[2] Ibid.,
[3] Ibid.,
[5] Aba Firdaus Al-Halwani, Sri Harini, S.Ag., M.Si., Manajemen Terapi Qalbu, Yogyakarta: Media Insani, 2002. Hal. 7-8
[6] Aba Firdaus Al-Halwani, Sri Harini, S.Ag., M.Si., Manajemen Terapi Qalbu, Yogyakarta: Media Insani, 2002. Hal.8
[7] Abdullah Gymnastiar, Aku Bisa! MQ untuk Melejitkan Potensi, Bandung : MQS Publishing, 2004. Hal.9
[8] Ibid. Hal. 10
[9] Ibid. Hal. 11
[10] Uwes Al Qorni, 60 Penyakit Hati, (Bandung: Rosda Karya,2000) Hal. 1-240. Dikutip dari Aba Firdaus Al-Halwani, Sri Harini, S.Ag., M.Si., Manajemen Terapi Qalbu, Yogyakarta: Media Insani, 2002. Hal.11-12
[11] Imam Ibnu Hajar, Op.Cit., hal. 132
[12] Aba Firdaus Al-Halwani, Sri Harini, S.Ag., M.Si., Manajemen Terapi Qalbu, Yogyakarta: Media Insani, 2002. Hal.74-140

Tidak ada komentar:

Posting Komentar